Jumat, 14 Desember 2012

Coretan: Tentang Sebuah Mimpi dan Pengabdian

Tentang Sebuah Mimpi dan Pengabdian

oleh Widya pada 13 Desember 2011 pukul 12:40 ·

Baru saja saya lulus kuliah dari jurusan DIII Kebidanan di sebuah akademi milik Kementerian Kesehatan RI. Setelah melewati berbagai macam peristiwa berkesan selama menjadi mahasisiwa kebidanan akhirnya hari kelulusan itu tiba juga. Senang, sedih, terharu, bosan, dan segala macam perasaan nampaknya sudah pernah saya alami selama kuliah tiga tahun di kampus yang terletak di Magetan, kota kecilku tercinta. Belajar bersama dengan 39 teman yang tentu saja semuanya perempuan, dari pagi, siang, malam, disibukkan dengan setumpuk laporan. Dan begadang adalah hal biasa bagi kami, karena kami mempunyai kewajiban melengkapi target menolong 50 persalinan. Dan semua kenangan itu tersimpan dengan rapi sampai kapan pun juga. Teman-teman yang saling mendukung ketika mulai lelah, pengalaman selama menjadi mahasiswa praktik yang serba salah, setumpuk tugas-tugas dan sederet aturan  sebuah akademi kesehatan demi mendidik kami menjadi pribadi yang disiplin dan bertanggungjawab. Saya bersyukur telah memiliki dan melewati masa-masa itu.
Sekarang waktunya untuk memulai kisah baru dalam hidup saya. Saya sedang belajar bekerja, mencari ilmu dan pengalaman, terjun pada masyarakat yang sebenarnya.Saya menyadari ilmu saya masih sangat dangkal untuk terjun langsung ke masyarakat. Banyak sekali yang harus saya miliki untuk benar-benar menjadi seorang bidan. Baik bekal ilmu maupun mental, juga spiritual. Maka dari itu kini saya meghabiskan waktu saja 24 jam dalam 7 hari di sebuah Rumah Bersalin.
Menghadapi masyarakat jaman sekarang yang gampang-gampang susah. Apalagi masyarakat di sini tingkat ekonomi dan pendidikannya tergolong tinggi. Masyarakat yang terkenal kritis dan jeli. Yang selalu menuntut pelayanan yang maksimal. Tentu kami berusaha memberi yang terbaik untuk kepuasan pasien. Bagaimana pun  juga kepuasan dan keselamatan pasien adalah tujuan kami. Tapi terkadang, ada hal-hal yang di luar kendali kami. Hal-hal tidak terduga yang bisa mengancam ibu dan bayi. Semua itu kami serahkan pada Alloh SWT tentu saja setelah berusaha semaksimal mungkin. Walau terkadang setelah berlelah-lelah bekerja ada saja yang mengganjal, ada saja yang komplain.
Begitulah, resiko kerja kami. Begadang dua hari dua malam adalah biasa. Menunda makan, mandi, juga terkadang menunda waktu berbuka puasa hingga larut demi menunggu lahirnya si jabang bayi. Kadang, saya merasa semua ini berat dan tidak percaya diri.. Menanggung nyawa dua orang manusia, tapi semua itu berganti bahagia ketika melihat bayi lahir sehat, ibu selamat. Ada kebahagiaan yang tidak dapat ditukar dengan apa pun.
Kadang menyesali kenapa memilih jalan ini. Terlalu beresiko, langsung berhadapan dengan berbagai lapisan masyarakat yang karakternya berbeda-beda. Banyak profesi lain yang lebih menjanjikan, menyenangkan, dan resikonya tak terlalu berbahaya. Rasanya ingin mencari hal lain yang membuat saya enjoy. Tapi perlahan seiring bertambahnya kedewasaan saya, seiring banyaknya orang dan pengalaman yang saya temui, saya mulai menyadari betapa mulianya pekerjaan ini. Ada kebahagiaan tersendiri ketika mengobati pasien, lalu ia datang lagi dengan wajah berbinar untuk mengucapkan terima kasih karena anaknya sudah sembuh. Juga ketika pasien post partum pulang dengan menggendong bauh hatinya, wajah berseri-seri, bahagia sekali. (Apalagi bagi saya yang belum menikah, sering berandai-andai dalam posisi ibu itu, pasti sangat membahagiakan momen-momen ini). Lalu beberapa bulan kemudian mereka kembali untuk imunisasi dengan bayinya yang tumbuh sehat dan menggemaskan. Memberikan konseling, mereka bertanya lalu kami memberikan jawaban sehingga menambah informasi tentang kesehatan yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesehatan mereka. Sungguh ada kebahagiaan tersendiri. Juga bagi saya sendiri, kebahagiaan tambahan adalah ketika seringkali di suatu tempat bertemu dengan ibu-ibu dengan putranya yang tumbuh besar, dan mereka masih mengingat saya.. J
Itulah apa yang saya rasakan saat ini. Hanya share saja. Mungkin belum banyak pengalaman saya dibanding ibu-ibu dan rekan-rekan di luar sana. Tapi yang ingin saya tekankan adalah apa yang saya rasakan begitu istimewa, dari ketidaksengajaan kuliah di akademi kebidanan, lalu merasa salah arah, menyesal, bukan cita-cita, tidak sepenuh hati, lalu sekarang berada dalam perasaan yang merasa berguna, penuh keikhlasan, dan sebuah kata: pengabdian. Ya, menjadi bidan adalah pengabdian. Bukan untuk diri sendiri, tapi masyarakat luas. Bukan untuk harta, tapi tabungan di akhirat.
Menjadi bidan, bukan jalan mengkomersilkan diri. Berharap suatu hari membuka klinik besar, mewah, dengan kehidupan sosial ekonomi tinggi. Menjadi bidan bukan langkah untuk mengekspos diri untuk menjadi seseorang yang dipandang. Bukan pula jalan mencari jodoh, berbangga-bangga dengan seragam putih-putih. Tanpa menghayati hakikat pengabdian yang sesungguhnya.
Terimakasih ketidaksengajaanku beberapa tahun yang lalu, ketidaksengajaan yang kusyukuri hingga sampai di profesi ini. Terimakasih kedua orang tuaku yang mendukung ketidaksengajaanku hingga kini. Terimakasih teman-temanku Manyunyu, atas kebersamaan yang rasanya nano-nano selama tiga tahun ini. Terimakasih barbagai pengalaman, sakit, patah hati, manis, dan semuanya yang membuat hidupku benar-benar berwarna. Terimakasih pada kegagalan-kegagalan.. haha.. Saya memang bukan siapa-siapa sekarang, belum ada sesuatu hal yang saya capai, seorang job-seeker yang bercita-cita menjadi bidan puskesmas, tapi satu hal yang saya miliki sekarang yang mungkin tak akan saya dapatkan jika tidak berkuliah di akademi kebidanan, yaitu keikhlasan dalam kemanusiaan. Dan suatu saat saya ingin menjadi seperti apa yang saya cita-citakan, mengabdi pada masyarakat. Sungguh, kenikmatan yang sangat luar biasa ketika ilmu dan kerja saya berguna bagi orang lain, apalagi untuk melahirkan seorang bayi mungil, mengawali dimulainya jalan kehidupan seorang tunas bangsa yang kelak menjadi kebanggaan ayah dan bunda serta bangsa dan negaranya. Luar biasa.
Semoga Alloh meridhoi dalam segala langkah kami, Semoga Alloh mengabulkan cita-cita yang telah kugantungkan di salah satu sudut langit.
Untuk sebuah pengabdian di masa depan..


Magetan, 2011
Widya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar